Syirik : Sumpah dengan Selain Allah



Sumpah dengan menyebut nama selain Allah ta’ala merupakan tradisi Jahiliyyah yang turun-temurun terwarisi hingga kini di sebagian kalangan juhalaa’. Budaya latah ini wajib dihilangkan karena termasuk diantara hal-hal yang mengurangi kesempurnaan tauhid kita. Banyak nash-nash larangan bersumpah dengan selain Allah ta’ala, diantaranya:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَال: سَمِعْتُ عُمَرَ، يَقُولُ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: " إِنَّ اللَّهَ يَنْهَاكُمْ أَنْ تَحْلِفُوا بِآبَائِكُمْ "، قَالَ عُمَرُ: فَوَاللَّهِ مَا حَلَفْتُ بِهَا مُنْذُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ ﷺ ذَاكِرًا، وَلَا آثِرًا
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Aku mendengar ‘Umar berkata : “Rasulullah pernah berkata kepadaku : ‘Sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan menyebut nama bapak-bapak kalian”. ‘Umar berkata : “Maka demi Allah, aku tidak akan sengaja bersumpah dengannya (menyebut bapaknya) sejak aku mendengar (sabda) Nabi (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6647 dan Muslim no. 1646].

Nabi mengkhususkan penyebutan larangan bersumpah dengan bapak-bapak dalam hadits di atas dikarenakan orang ‘Arab biasa mengucapkan model sumpah-sumpah tersebut; sebagaimana riwayat:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: " مَنْ كَانَ حَالِفًا، فَلَا يَحْلِفْ إِلَّا بِاللَّهِ، وَكَانَتْ قُرَيْشٌ تَحْلِفُ بِآبَائِهَا، فَقَالَ: لَا تَحْلِفُوا بِآبَائِكُمْ "
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah : “Barangsiapa yang bersumpah, maka janganlah ia bersumpah kecuali dengan nama Allah”. Dulu orang-orang Quraisy biasa bersumpah dengan menyebut nama bapak-bapak mereka. Oleh karenanya, beliau bersabda : “Janganlah kalian bersumpah dengan menyebut nama bapak-bapak kalian” [Diriwayatkan Muslim no. 1646].
Larangan bersumpah dengan selain Allah ini bersifat umum, bukan hanya dengan bapak-bapak, akan tetapi segala sesuatu selain Allah ta’ala.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: " لَا تَحْلِفُوا بِالطَّوَاغِي وَلَا بِآبَائِكُمْ "
Dari ‘Abdurrahmaan bin Samurah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah : “Janganlah kalian bersumpah dengan nama thaaghut-thaaghut dan bapak-bapak kalian” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1648].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: " لَا تَحْلِفُوا بِآبَائِكُمْ، وَلَا بِأُمَّهَاتِكُمْ، وَلَا بِالْأَنْدَادِ، وَلَا تَحْلِفُوا إِلَّا بِاللَّهِ، وَلَا تَحْلِفُوا بِاللَّهِ إِلَّا وَأَنْتُمْ صَادِقُونَ "
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah : “Janganlah kalian bersumpah dengan nama ayah-ayah kalian, ibu-ibu kalian, dan tandingan-tandingan Allah. Dan janganlah kalian bersumpah kecuali dengan nama Allah, dan janganlah kalian bersumpah kecuali engkau jujur (dalam sumpahmu)” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3248, An-Nasaa’iy no. 3769, Ibnu Hibbaan 10/199 no. 4357, dan lain-lain; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 2/313].
Bahkan perbuatan ini termasuk kesyirikan.
عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ، قَالَ: سَمِعَ ابْنُ عُمَرَ رَجُلًا يَحْلِفُ لَا وَالْكَعْبَةِ، فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ: إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: " مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ "
Dari Sa’d bin ‘Ubaidah, ia berkata : Ibnu ‘Umar mendengar seorang laki-laki yang bersumpah : “Tidak, demi Ka’bah”. Maka Ibnu ‘Umar berkata kepadanya : “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, sungguh ia telah berbuat kesyirikan” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3251; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 2/314].[1]
Dalam lafadh lain:
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ
Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, sungguh ia telah berbuat kekufuran atau kesyirikan” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1535; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy 2/175].
عَنْ قُتَيْلَةَ امْرَأَةٍ مِنْ جُهَيْنَةَ، أَنَّ يَهُودِيًّا أَتَى النَّبِيَّ ﷺ فَقَالَ: إِنَّكُمْ تُنَدِّدُونَ، وَإِنَّكُمْ تُشْرِكُونَ، تَقُولُونَ: مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ، وَتَقُولُونَ: وَالْكَعْبَةِ .فَأَمَرَهُمُ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا أَرَادُوا أَنْ يَحْلِفُوا أَنْ يَقُولُوا: وَرَبِّ الْكَعْبَةِ، وَيَقُولُونَ: مَا شَاءَ اللَّهُ، ثُمَّ شِئْتَ
Dari Qutailah, seorang wanita dari Juhainah : Bahwasannya ada seorang Yahudi mendatangi Nabi , lalu ia (orang Yahudi tersebut) berkata : "Sesungguhnya kalian membuat tandingan (bagi Allah), dan sesungguhnya kalian juga telah berbuat kesyirikan. Kalian mengatakan : 'Atas kehendak Allah dan kehendakmu’. Dan kalian juga mengatakan (bersumpah) : 'Demi Ka'bah'." Maka Nabi memerintahkan mereka (para shahabat) apabila mereka ingin bersumpah, hendaknya mengucapkan : 'Demi Rabb Ka'bah', dan mengatakan : 'Atas kehendak Allah, kemudian atas kehendakmu” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 3773; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah 1/263 no. 136].
Syirik yang dimaksudkan adalah syirik ashghar (kecil).[2]
Al-Haafidh Ibnu Rajab Al-Hanbaliy rahimahullah menjelaskan:
وكذلك الشرك : منه ما ينقل عن الملة ، واستعماله في ذلك كثير في الكتاب والسنة . ومنه : ما لا ينقل ، كما جاء في الحديث : " من حلف بغير الله فقد أشرك "، وفي الحديث : " الشرك في هذه الأمة أخفى من دبيب النمل "، وسمي الرياء : شركا .
“Begitu juga dengan syirik. Ada yang mengeluarkan dari agama, dan (lafadh) inilah yang banyak dipergunakan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ada pula yang tidak mengeluarkan dari agama, seperti yang terdapat dalam hadits : ‘Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, sungguh ia telah berbuat kesyirikan’; dan juga dalam hadits : ‘Kesyirikan yang terjadi pada pada umat ini lebih samar daripada langkah semut’. Nabi menamakan riyaa’ dengan kesyirikan” [Fathul-Baariy, 1/75].
Apabila orang yang bersumpah dengan sesuatu selain Allah meyakini sesuatu tersebut memiliki keagungan seperti yang diyakininya terhadap Allah ta’ala, maka ini syirik akbar.
Dalam hadits Qutailah, Nabi sama sekali tidak mengingkari penamaan sumpah dengan selain Allah sebagai kesyirikan. Ini sekaligus sebagai bantahan yang jelas kepada sebagian fuqahaa’ madzhab yang menghukumi sumpah dengan selain Allah ta’ala hanya makruh tanziih.[3] Kesyirikan – baik syirik ashghar maupun akbar – diharamkan dalam syari’at kita dengan pengharaman yang tegas, tidak mungkin sekedar makruh tanzih saja.
Penulis kitab Syarh Sunan Ibni Maajah berkata:
قال السيد فكأنه اشرك اشراكا جليا فيكون زجر المبالغة فهذا المبالغة لا تكون الا بالتحريم
“As-Sayyid berkata : Seakan-akan kesyirikan tersebut adalah kesyirikan yang jelas, sehingga  sangat dicela (mubaalaghah). Dan bentuk mubaalaghah ini tidak terjadi kecuali dengan makna pengharaman” [Syarh Sunan Ibni Maajah hal. 194].
عَنْ وَبَرَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: " لأَنْ أَحْلِفَ بِاللَّهِ كَاذِبًا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أنْ أَحْلِفَ بِغَيْرِهِ وَأنَا صَادِقٌ
“Dari Wabarah bin ‘Abdirrahmaan, ia berkata : Telah berkata ‘Abdullah (bin Mas’uud) : “Aku bersumpah dengan menyebut nama Allah secara dusta, lebih aku sukai daripada jika aku bersumpah dengan menyebut nama selainnya meski diriku benar” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 8/469 no. 15929, Ibnu Abi Syaibah 5/29 no. 12402, dan Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir 9/205 no. 8902; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih At-Targhiib 3/131 no. 2953].
Sikap Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu tersebut menunjukkan pemahamannya bahwa dosa bersumpah dengan selain nama Allah ta’ala adalah dosa besar, karena sumpah palsu sendiri merupakan dosa besar. Allah ta’ala berfirman:
وَلا تَتَّخِذُوا أَيْمَانَكُمْ دَخَلا بَيْنَكُمْ فَتَزِلَّ قَدَمٌ بَعْدَ ثُبُوتِهَا وَتَذُوقُوا السُّوءَ بِمَا صَدَدْتُمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki-(mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan bagimu adzab yang besar” [QS. An-Nahl : 94].[4]
Nabi memerintahkan bagi siapa saja yang terlanjur melakukan kesyirikan berupa sumpah dengan selain Allah – terutama dengan berhala-berhala yang disembah selain Allah - hendaknya mengucapkan kalimat tauhid sebagai kaffarat-nya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: مَنْ حَلَفَ، فَقَالَ فِي حَلِفِهِ: بِاللَّاتِ وَالْعُزَّى، فَلْيَقُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ: تَعَالَ أُقَامِرْكَ: فَلْيَتَصَدَّقْ
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi , beliau bersabda : “Barangsiapa yang bersumpah, lalu ia mengatakan dalam sumpahnya : ‘Demi Laata dan ‘Uzza’, hendaklah ia mengucapkan Laa ilaha illallaah (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah). Dan barangsiapa yang mengatakan kepada temannya : ‘Mari aku ajak kami berjudi’, maka hendaklah ia bershadaqah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6650].
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ ، قَالَ: كُنَّا نَذْكُرُ بَعْضَ الْأَمْرِ، وَأَنَا حَدِيثُ عَهْدٍ بِالْجَاهِلِيَّةِ، فَحَلَفْتُ بِاللَّاتِ وَالْعُزَّى، فَقَالَ لِي أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ: بِئْسَ مَا قُلْتَ، ائْتِ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَأَخْبِرْهُ، فَإِنَّا لَا نَرَاكَ إِلَّا قَدْ كَفَرْتَ، فَأَتَيْتُهُ فَأَخْبَرْتُهُ، فَقَالَ لِي: " قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، وَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، وَاتْفُلْ عَنْ يَسَارِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، وَلَا تَعُدْ لَهُ "
Dari Sa’d bin Abi Waqqaash, ia berkata : Kami pernah menyebutkan sebagian perkara, sedangkan waktu itu aku baru saja lepas dari masa Jaahiliyyah. Aku bersumpah dengan menyebut nama Laata dan ‘Uzza. Maka para shahabat Rasulullah berkata kepadaku : “Sungguh jelek yang engkau ucapkan !. Temuilah Rasulullah , lalu khabarkanlah kepada beliau (tentang apa yang engkau ucapkan itu), karena kami tidak melihatmu kecuali telah berbuat kekafiran[5]”. Maka aku menemui beliau dan mengkhabarkan tentang hal tersebut. Beliau bersabda kepadaku : “Ucapkanlah Laa ilaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu sebanyak tiga kali, lalu mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan sebanyak tiga kali, dan kemudian meludahlah ke kiri sebanyak tiga kali. Dan jangan engkau ulangi lagi” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 3776-3777, Ibnu Maajah no. 2097, Ahmad 1/183, dan lain-lain; shahih].
Al-Haafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy rahimahullah berkata:
قَالَ الْخَطَّابِيُّ : الْيَمِين إِنَّمَا تَكُون بِالْمَعْبُودِ الْمُعَظَّم ، فَإِذَا حَلَفَ بِاللَّاتِ وَنَحْوهَا فَقَدْ ضَاهَى الْكُفَّار ، فَأَمَرَ أَنْ يُتَدَارَك بِكَلِمَةِ التَّوْحِيد . وَقَالَ اِبْن الْعَرَبِيّ : مَنْ حَلَفَ بِهَا جَادًّا فَهُوَ كَافِر ، وَمَنْ قَالَهَا جَاهِلًا أَوْ ذَاهِلًا يَقُول لَا إِلَه إِلَّا اللَّه يُكَفِّر اللَّهُ عَنْهُ وَيَرُدّ قَلْبَهُ عَنْ السَّهْو إِلَى الذِّكْر وَلِسَانه إِلَى الْحَقّ وَيَنْفِي عَنْهُ مَا جَرَى بِهِ مِنْ اللَّغْو
“Al-Khaththaabiy berkata : ‘Sumpah hanyalah dilakukan dengan menyebut nama sesembahan (tuhan) yang diagungkan. Apabila seseorang bersumpah dengan nama Laata dan semisalnya, sungguh dirinya menyerupai (perbuatan) orang-orang kafir. Maka, ia diperintahkan untuk memperbaikinya dengan mengucapkan kalimat tauhid’. Ibnul-‘Arabiy berkata : ‘Barangsiapa yang bersumpah dengannya (Laata atau yang lainnya) dengan sungguh-sungguh, maka ia kafir. Barangsiapa yang mengucapkannya karena jahil atau lupa, ia mesti mengucapkan Laa ilaha illallaah agar supaya Allah mengampuni dosanya, mengembalikan hatinya dari kelalaian menuju dzikir (kepada Allah), mengembalikan lisannya kepada kebenaran, serta menafikkan perkataan tak berguna yang telah terjadi” [Fathul-Baariy, 8/612].
Sebagian fuqahaa’ ada yang membolehkan bersumpah dengan menyebut nama Nabi .[6]  Alasannya, mengagungkan Nabi adalah seperti mengangungkan Allah ta’ala. Ini sangat tidak diterima. Larangan bersumpah dengan selain Allah adalah umum, apakah itu patung, pohon, matahari, bulan, atau manusia – siapapun dia dan betapapun tinggi kedudukannya.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: كَانَ عُمَرُ يَحْلِفُ: وَأَبِي، فَنَهَاهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَقَالَ: " مَنْ حَلَفَ بِشَيْءٍ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ أَوْ قَالَ: أَلا هُوَ مُشْرِكٌ "
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : “Dulu ‘Umar pernah bersumpah : ‘Demi bapaku’. Maka Rasulullah melarangnya seraya bersabda : ‘Barangsiapa yang bersumpah dengan sesuatu selain Allah, sungguh ia telah berbuat kesyirikan’ – atau beliau bersabda : ‘Sungguh, ia seorang musyrik” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 8/467-468 no. 15926; shahih].
Termasuk cakupan hadits di atas adalah (bersumpah dengan) beliau sendiri.
Nabi hanya memberikan dua pilihan bagi orang yang hendak bersumpah : menyebut nama Allah, atau diam.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: " مَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ أَوْ لِيَصْمُتْ
Dari ‘Abdullah (bin ‘Umar) : Bahwasannya Nabi bersabda : “Barangsiapa yang akan bersumpah, hendaklah ia bersumpah dengan nama Allah atau diam” [Diriwayatkan Al-Bukhaariy no. 2679].
Lantas, bagaimana dengan sumpah Allah ta’ala dengan makhluk-Nya yang banyak disebutkan dalam Al-Qur’an ?. Jawaban ringkasnya adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ هِشَامٍ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ، عَنْ مَيْمُونٍ، قَالَ: سَمِعْتُهُ يَقُولُ: " إنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُقْسِمُ بِمَا شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ، وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يُقْسِمَ إلَّا بِاللَّهِ، وَمَنْ أَقْسَمَ فَلَا يَكْذِبُ "
Telah menceritakan kepada kami Katsiir bin Hisyaam, dari Ja’far bin Burqaan, dari Maimuun (bin Mihraan); ia (Ja’far) berkata : Aku mendengarnya (Maimuun) berkata : “Sesungguhnya Allah ta’ala bersumpah dengan apa saja dari makhluk-Nya, namun tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk bersumpah kecuali dengan nama Allah. Barangsiapa yang bersumpah, maka tidak boleh berdusta” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 5/30 no. 12409; shahih].
Ibnu Baththaal rahimahullah berkata:
قال ابن المنذر: فالجواب أن الله أقسم بما شاء من خلقه، ثم بين الرسول ما أراد الله من عباده أنه لا يجوز لأحد أن يحلف بغيره، لقوله:  « من كان حالفًا فليحلف بالله » .
قال الشعبى: الخالق يقسم بما شاء من خلقه، والمخلوق لا ينبغى له أن يقسم إلا بالخالق، والذى نفسى بيده لأن أقسم بالله فأحنث أحب إلى من أن أقسم بغيره فأبر. وذكر ابن القصار مثله عن ابن عمر.
“Ibnul-Mundzir berkata : Maka jawabnya adalah bahwa Allah bersumpah dengan apa saja yang Ia kehendaki dari makhluk-Nya. Kemudian Rasulullah menjelaskan apa yang diinginkan Allah ta’ala terhadap hamba-Nya bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang pun untuk bersumpah dengan selain-Nya ta’ala berdasarkan sabda beliau : ‘Barangsiapa yang akan bersumpah, hendaklah ia bersumpah dengan nama Allah’.
Asy-Sya’biy berkata : ‘Al-Khaaliq (Allah) bersumpah dengan apa saja yang Ia kehendaki dari makhluk-Nya, sedangkan makhluk tidak diperbolehkan untuk bersumpah kecuali dengan nama Al-Khaaliq. Dan demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, aku bersumpah palsu dengan menyebut nama Allah lebih aku sukai daripada aku bersumpah dengan menyebut selain-Nya meskipun aku memenuhinya. Ibnul-Qashaar menyebutkan perkataan semisal dari Ibnu ‘Umar” [Syarh Shahiih Al-Bukhaariy 11/102 – via Syamilah].
Allah ta’ala berfirman:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai” [QS. Al-Anbiyaa’ : 23].
Wallaahu a’lam.
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – 4 Ramadlan 1439].



[1]    Terdapat pembicaraan (sangat) menarik dalam takhrij hadits ini !!
[2]    Tapi bukan berarti dosanya kecil di sisi Allah.
[3]    Asy-Syaukaaniy rahimahullah menjelaskan:
واختلف هل الحلف بغير الله حرام أو مكروه ؟ للمالكية والحنابلة قولان ، ويحمل ما حكاه ابن عبد البر من الإجماع على عدم جواز الحلف بغير الله على أن مراده بنفي الجواز الكراهة أعم من التحريم والتنزيه . وقد صرح بذلك في موضع آخر . وجمهور الشافعية على أنه مكروه تنزيها ، وجزم ابن حزم بالتحريم . قال إمام الحرمين : المذهب القطع بالكراهة ، وجزم غيره بالتفصيل ، فإن اعتقد في المحلوف به ما يعتقد في الله تعالى كان بذلك الاعتقاد كافرا 
“Para ulama berselisih pendapat, apakah sumpah dengan selain Allah dihukumi haram ataukah makruh. Madzhab Maalikiyyah dan Hanaabilah memiliki dua pendapat. Dan apa yang dihikayatkan Ibnu ‘Abdil-Barr tentang ijmaa’ tidak bolehnya bersumpah dengan selain Allah dibawa maksudnya pada penafikan kebolehannya. Karaahah lebih umum daripada tahriim dan tanziih. Dan ia telah menjelaskan hal itu di tempat yang lain. Jumhur ulama Syaafi’iyyah berpendapat makruh tanziih, sedangkan Ibnu Hazm menegaskan keharamannya. Imam Al-Haramain berkata : ‘Madzhab yang pasti (dalam permasalahan ini) adalah karaahah’. Adapun ulama lain menegaskan perinciannya. Apabila pelakunya berkeyakinan terhadap al-mahluuf bihi (objek yang dijadikan sumpah) seperti apa yang ia yakini terhadap Allah ta’ala, maka dengan keyakinan tersebut dirinya kafir” [Nailul-Authaar, 8/236].
[4]    Selengkapnya silakan baca artikel : Haramnya Sumpah Palsu.
[5]    Perkataan para shahabat ini menunjukkan perkara bersumpah dengan selain Allah ta’ala merupakan perkara yang sangat besar.
[6]    Yaitu sebagian fuqahaa Hanaabilah.

Comments