Apakah Wanita, Keledai, dan Anjing Hitam Dapat Memutuskan Shalat ?


Permasalahan utama dalam bab ini terletak pada pemahaman hadits :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي، فَإِنَّهُ يَسْتُرُهُ، إِذَا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ، فَإِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ، فَإِنَّهُ يَقْطَعُ صَلَاتَهُ، الْحِمَارُ، وَالْمَرْأَةُ،  وَالْكَلْبُ الأَسْوَدُ "، قُلْتُ: يَا أَبَا ذَرٍّ، مَا بَالُ الْكَلْبِ الأَسْوَدِ، مِنَ الْكَلْبِ الأَحْمَرِ، مِنَ الْكَلْبِ الأَصْفَرِ؟ قَالَ: يَا ابْنَ أَخِي، سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا سَأَلْتَنِي، فَقَالَ: " الْكَلْبُ الأَسْوَدُ شَيْطَانٌ "
Dari Abi Dzarr radliyallaahu ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Apabila salah seorang diantara kalian berdiri shalat, maka ia akan terbatasi jika ada sesuatu di depannya (yaitu sutrah) seukuran bagian pelana kendaraan tunggangan/kuda. Bila tidak ada di depannya sutrah seukuran tersebut, maka shalatnya akan terputus bila lewat di hadapannya keledai, wanita, dan anjing hitam”. Aku (yaitu perawi : Abdullah bin Ash-Shaamit) berkata : ”Wahai Abu Dzarr, apa bedanya anjing hitam dengan anjing merah dan kuning ?”. Abu Dzarr menjawab : ”Wahai keponakanku, aku telah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam sebagaimana yang engkau tanyakan, maka beliau menjawab : ”Anjing hitam itu syaithan”  [Diriwayatkan oleh Muslim no. 510].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَقْطَعُ الصَّلَاةَ، الْمَرْأَةُ، وَالْحِمَارُ، وَالْكَلْبُ، وَيَقِي ذَلِكَ مِثْلُ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ "
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wanita, keledai, dan anjing dapat memutuskan shalat, dan dapat selamat dari hal itu jika ada sesuatu di depannya (yaitu sutrah) seukuran bagian pelana kendaraan tunggangan/kuda” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 511].
Dhahir hadits menyatakan bahwa shalat seseorang yang tidak memasang sutrah dapat putus (batal) jika lewat di depannya wanita, keledai, dan anjing hitam.
As-Sindiy rahimahullah menjelaskan makna wanita dalam hadits tersebut adalah wanita yang telah mencapai usia haidl [Hasyiyah As-Sindi ’alaa Sunan Ibni Majah 1/303]. Jadi, lewatnya anak wanita yang belum baligh tidak merupakan cakupan hukum dalam hadits di atas.
Setelah menyebutkan hadits Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa, At-Tirmidziy rahimahullah berkata :
وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ، قَالُوا: لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ شَيْءٌ، وَبِهِ يَقُولُ: سفيان الثوري، وَالشَّافِعِيُّ
“Hadits itu diamalkan oleh kebanyakan ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang setelah mereka dari kalangan taabi’iin.[1] Mereka berkata : ‘Tidak ada sesuatupun yang dapat memutuskan shalat’. Pendapat inilah yang dikatakan Sufyaan Ats-Tsauriy dan Asy-Syaafi’iy” [Jaami’ At-Tirmidziy 1/369].
As-Suyuthiy rahimahullah berkata :
الجمهور على أنه لا تبطل الصلاة بمرور شيء من هؤلاء
”Jumhur ulama berpendapat bahwa shalat tidaklah batal dengan lewatnya ketiga objek yang ada dalam hadits tersebut” [Ad-Dibaaj ’alaa Shahiih Muslim, 2/192].
Ibnul-Jauziy rahimahullah berkata :
فإن لم يفعل ذلك ومر بين يديه كلب أسود بهيم وهو الذي جميعه أسود فإنه يقطع صلاته وهذا مذهب الحسن ومجاهد وعطاء وعكرمة وطاوس ومكحول وأحمد بن حنبل وقال أبو حنيفة ومالك والشافعي لا يقطع فأما الحمار والمرأة ففيهما عن أحمد روايتان والحديث صريح في القطع
“Apabila ia tidak melakukannya (yaitu meletakkan sutrah di depannya), dan kemudian jika ada anjing hitam legam - yaitu secara keseluruhan berwarna hitam - lewat di depannya, dapat memutuskan shalatnya. Inilah madzhab Al-Hasan[2], Mujaahid, ‘Athaa’[3], ‘Ikrimah[4], Thaawuus, Mak-huul[5], dan Ahmad bin Hanbal. Abu Haniifah, Maalik, dan Asy-Syaafi’iy berkata : “Tidak dapat memutuskan shalat”. Adapun keledai dan wanita, maka Ahmad mempunyai dua pendapat tentangnya. Haditsnya sendiri sangat jelas menunjukkan putusnya (shalat)” [Kasyful-Musykil min Hadiits Ash-Shahiihain, hal. 369 no. 377].
وَحَكَى التِّرْمِذِيّ قَالَ قَالَ أَحْمد الَّذِي لَا أَشك فِيهِ أَن الْكَلْب الْأسود يقطع الصَّلَاة وَفِي نَفسِي من الْحمار وَالْمَرْأَة شَيْء وَقَالَ أَكثر الْفُقَهَاء لَا يقطع شَيْء من ذَلِك
“Dan dihikayatkan oleh At-Tirmidziy, ia berkata : Telah berkata Ahmad : ‘Yang tidak ada keraguan di dalamnya adalah anjing hitam dapat memutuskan shalat[6]. Adapun tentang keledai dan wanita, pada diriku masih terdapat ganjalan’. Jumhur fuqahaa’ berkata : ‘Ketiga objek yang ada dalam hadits tersebut tidak dapat memutuskan shalat” [At-Tahqiiq fii Ahaaditsil-Khilaaf, 1/424-425].
Dalil yang dipakai oleh jumhur adalah hadits :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ شَيْءٌ، وَادْرَءُوا مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ "
Dari Abi Sa’id Al-Khudri radliyallaahu ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Tidak ada sesuatupun yang dapat memutuskan shalat. Dan tolaklah/cegahlah (apa-apa yang lewat di depanmu) semampun kalian. Karena ia (yang memaksa lewat) adalah syaithan”  [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 719, Ath-Thuusiy dalam Al-Mukhtashar no. 310, dan yang lainnya].
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: " أَقْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى أَتَانٍ، وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الِاحْتِلَامَ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ بِمِنًى، فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيِ الصَّفِّ، فَنَزَلْتُ، فَأَرْسَلْتُ الأَتَانَ تَرْتَعُ، وَدَخَلْتُ فِي الصَّفِّ، فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ عَلَيَّ أَحَدٌ "
Dari Ibnu ’Abbaas, ia berkata : ”Aku datang dengan mengendarai seekor keledai betina pada suatu hari. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam waktu itu sedang shalat mengimami orang-orang di Minaa. Maka aku lewat di depan shaff, kemudian aku turun dan meninggalkan keledai itu untuk merumput. Kemudian aku masuk shaff dan tidak ada seorang pun yang mengingkari perbuatanku tersebut” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 76 & 493 & 861 & 1857 & 4412 dan Muslim no. 504].
عَنْ عُرْوَةَ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَعَائِشَةُ مُعْتَرِضَةٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ عَلَى الْفِرَاشِ الَّذِي يَنَامَانِ عَلَيْهِ
Dari ’Urwah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam shalat sedangkan ’Aaisyah tidur melintang antara beliau dengan kiblat (yaitu : tidur di depan beliau) di atas tempat tidurnya”  [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 384 dan Muslim no. 512].
Mereka (jumhur) memahami hadits Abu Dzarr radliyallaahu ’anhu di atas kepada pengertian ”kurang shalatnya”; yaitu kurang pahala shalatnya sebagaimana dikatakan oleh As-Suyuthiy rahimahullah :
وأن المراد بالقطع في الحديث نقص الصلاة بشغل القلب بهذه الأشياء
”Bahwasannya yang dimaksud dengan ”terputus” dalam hadits ini adalah kurang shalatnya karena tersibukkannya hati dengan hal-hal yang melewati tersebut (keledai, wanita, dan anjing hitam)” [Ad-Diibaaj, 2/192].
Namun, pendalilan jumhur ulama tersebut dibantah oleh ulama yang mengatakan batalnya wanita melewati orang yang sedang shalat jika tidak bersutrah (minimal) seukuran pelana kendaraan sebagai berikut :
a)     Hadits pertama adalah lemah sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Kelemahan tersebut ada pada perawi yang bernama Mujaalid (bin Sa’id). Al-Haafidh berkata tentang keadaan dirinya : ”Mujaalid bin Sa’id bin ’Imyar Al-Hamdaanii, Abu ’Amru Al-Kufi, bukan seorang yang kuat (laisa bil-qawiy). Ia telah berubah hafalannya di akhir hayatnya[7]” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 920 no. 6520]. Begitu pula yang dikatakan oleh Adz-Dzahabi : ”Masyhur sebagai shahibul hadits, layyin (lemah)” [Mizaanul-I’tidaal juz 3 biografi no. 7070].
b)     Hadits Ibnu ’Abbaas radliyallaahu ’anhumaa tidak menunjukkan hukum yang sedang dibicarakan, sebab Ibnu ’Abbaas lewat di depan makmum. Lewatnya seseorang/sesuatu di depan makmum adalah boleh menurut pendapat yang raajih, sebab sutrah makmum adalah sutrah yang dipakai oleh imam. Adapun hadits Abu Dzarr dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhumaa menunjukkan tentang batalnya shalat seseorang yang tidak memakai sutrah. Oleh karena itu, batalnya shalat yang dijelaskan dalam hadits Abu Dzarr dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhumaa ini dihubungkan dengan orang yang mempunyai kewajiban memasang sutrah; yaitu imam, bukan makmum.
c)     Hadits ’Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, juga tidak menunjukkan hukum yang dibicarakan dalam hadits Abu Dzarr dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhumaa. Hadits Abu Dzarr dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhumaa membicarakan hukum sesuatu yang melintas atau melewati orang yang sedang shalat. Sedangkan hadits ’Aaisyah menunjukkan bahwa ia hanyalah tidur di depan Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam (tidak melintas), sehingga tidak membatalkan shalat. Selain itu, dalam hadits tersebut telah ditunjukkan bahwa Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam menjadikan tempat tidurnya sebagai sutrah dan ‘Aaisyah sendiri ada di belakang batas sutrah (di atas tempat tidur), sehingga keberadaan ’Aaisyah tidak membatalkan shalat beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam.
d)     Ta’wiil jumhur ulama atas hadits Abu Dzarr radliyallaahu ’anhu dengan membawa makna ”memutuskan” kepada makna ”kurang shalatnya”; maka itu juga tidak tepat. Jika yang dimaksud adalah kurang shalatnya karena tersibukkan hatinya dengan lewatnya keledai, wanita, dan anjing hitam; maka pemaknaan tersebut akan membatalkan manthuq hadits. Manthuq hadits telah membatasi pada tiga hal. Apalagi dengan pertanyaan : ”Apa bedanya antara anjing hitam dengan anjing merah dan kuning”  - yang kemudian dijawab : ”anjing hitam adalah syaithan” ; semakin memperkuat adanya pembatasan yang dimaksud oleh hadits.
e)     Bila kita memperhatikan makna yang disebutkan oleh jumhur ulama, maka yang mengurangi shalat tidaklah terbatas pada tiga hal. Tidak ada bedanya yang lewat antara laki-laki dengan wanita, keledai dengan sapi atau kambing, anjing hitam dengan anjing merah dan kuning. Sementara dalam hadits Dzarr, penetap syari’at membedakannya. Jadi, pendapat yang raajih adalah keledai, wanita yang telah haidl, dan anjing hitam dapat membatalkan shalat, bukan sekedar menghilangkan kekhusyukannya saja [lihat penjelasan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Ashlu hal. 139-140].
Pendapat yang menyatakan terputusnya (batal) shalat seseorang jika dilewati tiga objek yang disebutkan dalam hadits itulah yang raajihwallaahu a’lam. Selain beberapa ulama yang telah disebutkan di atas, pendapat inilah yang dipegang dari Abu Dzarr (sebagaimana perawi hadits yang dibahas di atas), Abu Hurairah[8], Anas (bin Malik)[9], Ibnu ‘Abbaas[10], ’Abdullah bin Abi Rabii’ah[11], Abul-Ahwash[12], Ahmad bin Hanbal (dalam satu riwayat), Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyyah, Ibnul-Qayyim, Asy-Syaukaniy, Muhammad bin Ibraahiim, Al-Albaaniy, Ibnu Baaz, dan Ibnul-‘Utsaimiin rahimhumullah [lihat : Syarhus-Sunnah lil-Baghawi 2/462-463, Al-Muhallaa 2/323, Shahiih Ibni Khuzaimah 2/23, Zaadul-Ma’aad 1/295, Nailul-Authar 3/16, Fataawaa wa rasaaiil Asy-Syaikh Muhammad bin Ibraahiim[13] tertanggal 14-05-1388, Tamaamul-Minnah hal. 307, Majmuu’ Fataawaa wa Maqaalaat Ibni Baaz[14] 11/93-94, dan Majmuu’ Fataawaa wa Rasaail Asy-Syaikh Ibnil-‘Utsaimiin juz 13, Kitaab As-Sutrah fish-Shalaah[15]].
Faedah :
Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah berkata :
وإن مما يؤكد وجوبها أنها سبب شرعي لعدم بطلان الصلاة بمرور المرأة البالغة والحمار والكلب الأسود ، كما صح ذلك في الحديث ، ولمنع المار من المرور بين يديه ، وغير ذلك من الأحكام المرتبطة بالسترة
“Dan sesungguhnya termasuk hal yang menguatkan kewajiban (memasang) sutrah, bahwasannya ia (sutrah) menjadi sebab syar’iy tidak batalnya shalat seseorang karena lewatnya wanita baaligh, keledai, dan anjing hitam, sebagaimana telah shahih hal tersebut dalam hadits. Dan juga larangan bagi seseorang melintas di depannya, serta yang lainnya dari hukum-hukum yang terkait dengan sutrah...” [Tamaamul-Minnah, hal. 300].
Wallaahu a’lam.
Abul-Jauzaa’
[From my note, 07052008 - baca juga artikel ini].




[1]      Beberapa riwayat dari salaf yang dapat disebutkan antara lain :
عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَالِم، عَنْ عَبْدِ اللهِ : أَنَّ عَبْدَ اللهِ بنِ عُمَرَ كَانَ يَقُولُ : " لا يَقْطَعُ الصَّلاةَ شَيْءٌ مما يمر بين يدي المصلي
Dari Ibnu Syihaab, dari Saalim, dari ‘Abdullah : Bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Umar pernah berkata : “Tidak dapat memutuskan shalat sesuatu yang melintas di depan orang yang shalat” [Diriwayatkan oleh Maalik 2/37 no. 403; shahih].
حَدَّثَنَا عَبْدَةُ، وَوَكِيعٌ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ ابْنِ الْمُسَيِّبِ، عَنْ عَلِيٍّ، وَعُثْمَانَ، قَالَا: " لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ شَيْءٌ وَادْرَءُوهُمْ عَنْكُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdah dan Wakii’, dari Sa’iid, dari Qataadah, dari Ibnul-Musayyib, dari ‘Aliy (bin Abi Thaalib) dan ‘Utsmaan (bin ‘Affaan), mereka berdua berkata : “Tidak ada yang dapat memutuskan shalat. Tolaklah mereka yang akan melintas di depanmu semampumu” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah 1/280 (2/530) no. 2901; shahih].
عَنْ مَعْمَرٍ، وَابْنِ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ الْجَزَرِيِّ، قَالَ: سَأَلْتُ ابْنَ الْمُسَيَّبِ مَا يَقْطَعُ الصَّلاةَ؟، قَالَ: " لا يَقْطَعُهَا إِلا الْحَدَثُ "
Dari Ma’mar dan Ibnu ‘Uyainah, dari ‘Abdul-kariim Al-Jazriy, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Ibnul-Musayyib, apa yang dapat memutuskan shalat, lalu ia menjawab : “Tidak ada yang dapat memutuskannya kecuali hadats” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq 2/31 no. 2370; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: كَانَ يَقُولُ: " لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ شَيْءٌ إِلَّا الْكُفْرُ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdah bin Sulaimaan, dari Hisyaam, dari ayahnya (‘Urwah), ia berkata : “Tidak ada sesuatupun yang dapat memutuskan shalat, kecuali kekufuran” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 1/280 (2/531) no. 2908; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ، عَنْ حَنْظَلَةَ، عَنِ الْقَاسِمِ، قَالَ: " لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ شَيْءٌ....
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Numair, dari Handhalah, dari Al-Qaasim (bin Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shiddiiq), ia berkata : “Tidak ada sesuatupun yang dapat memutuskan shalat….” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 1/281 (2/531) no. 2909; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ زَكَرِيَّا، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: " لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ شَيْءٌ وَلَكِنِ ادْرَءُوا عَنْهَا مَا اسْتَطَعْتُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudlail, dari Zakariyyaa, dari Asy-Sya’biy, ia berkata : Tidak ada sesuatupun yang dapat memutuskan shalat. Akan tetapi tolaklah semampu kalian (yang akan melintas di depan kalian ketika shalat)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 1/281 (2/532) no. 2912; sanadnya shahih].
Dan yang lainnya......
[2]      Ibnu Abi Syaibah rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا مُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ سَلْمٍ، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ: " يَقْطَعُ الصَّلَاةَ الْكَلْبُ وَالْمَرْأَةُ وَالْحِمَارُ "
Telah menceritakan kepada kami Mu’tamir bin Sulaimaan, dari Salm, dari Al-Hasan, ia berkata : “Anjing, wanita, dan keledai dapat memutuskan shalat seseorang” [Al-Mushannaf, 1/281 (2/533) no. 2918; sanadnya hasan].
[3]      ‘Abdurrazzaaq rahimahullah :
عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: قُلْتُ لِعَطَاءٍ: " مَاذَا يَقْطَعُ الصَّلاةَ؟ "، قَالَ: " الْمَرْأَةُ الْحَائِضُ، وَالْكَلْبُ الأَسْوَدُ "
Dari Ibnu Juraij, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada ‘Athaa’ : “Apakah yang dapat memutuskan shalat ?”. Ia menjawab : “Wanita yang telah haidl dan anjing hitam” [Al-Mushannaf 2/26 no. 2347; sanadnya shahih].
Ibnu Abi Syaibah rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا شَبَابَةُ، عَنْ هِشَامِ بْنِ الْغَازِ، قَالَ: سَمِعْتُ عَطَاءً، يَقُولُ: " لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ إِلَّا الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ وَالْمَرْأَةُ الْحَائِضُ "
Telah menceritakan kepada kami Syabaabah, dari Hisyaam bin Al-Ghaaz, ia berkata : Aku mendengar ‘Athaa’ berkata : “Tidak ada yang dapat memutuskan shalat kecuali anjing hitam dan wanita yang telah haidl” [Al-Mushannaf, 1/282 (2/534-535) no. 2924; sanadnya shahih].
[4]      Ibnu Abi Syaibah rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ عِكْرِمَةَ، قَالَ: " يَقْطَعُ الصَّلَاةَ الْكَلْبُ وَالْمَرْأَةُ وَالْخِنْزِيرُ وَالْحِمَارُ وَالْيَهُودِيُّ وَالنَّصْرَانِيُّ وَالْمَجُوسِيُّ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Daawud, dari Hisyaam, dari Yahyaa, dari ‘Ikrimah, ia berkata : “Anjing, wanita, babi, orang Yahudi, orang Nashraaniy, dan orang Majuusiy dapat memutuskan shalat” [Al-Mushannaf, 1/281-282 (2/534) no. 2920; sanadnya shahih].
[5]      Ibnu Abi Syaibah rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى، عَنْ بُرْدٍ، عَنْ مَكْحُولٍ، قَالَ: " يَقْطَعُ صَلَاةَ الرَّجُلِ الْمَرْأَةُ وَالْحِمَارُ وَالْكَلْبُ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-A’laa, dari Burd, dari Mak-huul, ia berkata : “Wanita, keledai, dan anjing dapat memutuskan shalat seseorang” [Al-Mushannaf, 1/281 (2/534) no. 2921; sanadnya shahih].
[6]      Inilah yang dipegang oleh ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa :
حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنْ خَيْثَمَةَ، قَالَ: سَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ، عَنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: " لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ شَيْءٌ إِلَّا الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ "
Telah menceritakan kepada kami Ghundar, dari Syu’bah, dari Al-Hakam, dari Khaitsamah, Al-Hakam berkata : Aku mendengarnya (Khaitsamah) menceritakan hadits dari Al-Aswad, dari ‘Aaisyah, ia berkata : “Tidak ada sesuatupun yang dapat memutuskan shalat kecuali anjing hitam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 1/280 (2/531) no. 2907; sanadnya shahih].
[7]      Hampir semua muhadditsiin men-dla’if-kan Mujaalid. Yahyaa Al-Qaththaan mendla’ifkannya. Ibnul-Mahdiy tidak meriwayatkan hadits darinya. Ahmad berkata : “Mujaalid tidak ada apa-apanya (laisa bi-syai’)”. Di tempat yang lain ia (Ahmad) berkata : “Semua hadits Mujaalid dibuang”. Al-Bukhariy berkata : “Aku tidak menulis hadits Mujaalid dan Musa bin ‘Ubaidah”. Al-‘Ijliy berkata : “Orang Kuffah, jaaizul-hadiits, hasanul-hadiits”. Abu Zur’ah menyebutkannya dalam Asaamiyudl-Dlu’afaa’ (334). At-Tirmidziy berkata : “Sebagian ulama mendla’ifkan Mujaalid, dan ia seorang yang banyak salahnya”. Di lain tempat ia berkata : “Mujaalid bin Sa’iid diperbincangkan oleh sebagian ulama karena faktor hapalannya”. An-Nasaa’iy berkata : “Orang Kuffah, dla’iif”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Orang Kuffah, tidak kuat (laisa bi-qawiy)”. Di lain tempat ia berkata : “Tidak tsiqah”. [Lihat Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil, 2/431-432 no. 3738].
Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tidak boleh berhujjah dengan haditsnya (laa yuhtaju bi-hadiitsihi)”. Di lain tempat ia berkata : “Dla’iif, waahiyul-hadiits”. Abu Haatim : “Mujaalid bukan seorang yang kuat haditsnya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 8/biografi no. 1653]. Dalam riwayat Ad-Duuriy, Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tsiqah” [At-Taariikh, 2/549]. Dalam riwayat Ad-Daarimiy, ia berkata : “Shaalih” [At-Taariikh, biografi no. 811]. Ibnu Hibbaan dan Al-‘Uqailiy memasukkannya dalam jajaran perawi dla’iif. Al-Jauzajaaniy mendla’ifkannya [Ahwalur-Rijaal, hal. 89 no. 126].
Ibnu ‘Adiy berkata : “Sebagian huffaadh berkata : Mujaalid mencuri hadits ini dari ‘Amr bin ‘Ubaid, lalu ia menceritakan dengannya dari Abul-Wadaak”. Apa yang dikatakan oleh Ibnu ‘Adiy, juga disebutkan oleh Ibnul-Jauziy dalam Al-Maudluu’aat (2/26). Salah satu sumber perkataan Ibnu ‘Adiy dan Ibnul-Jauziy adalah perkataan Al-Jurqaaniy dimana ia berkata : “Mujaalid ini adalah dla’iif, munkarul-hadiits. Ia telah mencuri hadits ini dari ‘Amr bin ‘Ubaid, lalu menceritakan dengannya dari Abul-Wadaak, dari Abu Sa’iid dengan lafadh ini” [lihat Al-Abaathiil, 1/354].
[8]      Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، قَالَ: أَخْبَرَنَا هِشَامٌ الدَّسْتُوَائِيُّ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: " يَقْطَعُ الصَّلَاةَ الْكَلْبُ، وَالْحِمَارُ، وَالْمَرْأَةُ "، قَالَ هِشَامٌ: وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam Ad-Dustuwaaiy, dari Qataadah, dari Zuraarah bin Abi Aufaa, dari Abu Hurairah, ia berkata : “Anjing, keledai, dan wanita dapat memutuskan shalat”. Hisyaam berkata : “Dan aku tidak mengetahui riwayat ini kecuali dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Al-Musnad 2/425; sanadnya shahih].
Abul-Fath bin Abil-Fawaaris rahimahullah berkata :
الْحُسَيْنُ، ثنا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، ثنا ابْنُ عُلَيَّةَ، قثنا هِشَامٌ الدَّسْتُوَائِيُّ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: " يَقْطَعُ الصَّلاةَ الْكَلْبُ وَالْحِمَارُ وَالْمَرْأَةُ ". قَالَ هِشَامٌ: وَلا أَعْلَمُهُ إِلا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Al-Husain : Telah menceritakan kepada kami Ya’quub bin Ibraahiim : Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Ulayyah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hisyaam Ad-Dustuwaa’iy, dari Qataadah, dari Zuraarah bin Abi Aufaa, dari Abu Hurairah, ia berkata : “Anjing, keledai, dan wanita dapat memutuskan shalat”. Hisyaam berkata : “Dan aku tidak mengetahui riwayat ini kecuali dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Al-Juz’ul-‘Aasyir minal-Fawaaid no. 205; sanadnya shahih].
[9]      Ibnu Abi Syaibah rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، وَغُنْدَرٌ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُولُ: " يَقْطَعُ الصَّلَاةَ الْمَرْأَةُ وَالْحِمَارُ وَالْكَلْبُ ".
Telah menceritakan kepada kami Abu Daawud dan Ghundar, dari Syu’bah, dari ‘Ubaidullah bin Abi Bakr, ia berkata : Aku mendengar Anas berkata : “Wanita, keledai, dan anjing dapat memutuskan shalat” [Al-Mushannaf 1/281 (2/533) no. 2916; sanadnya shahih].
[10]     An-Nasaa’iy rahimahullah berkata :
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، قَالَ: حدَّثَنَا شُعْبَةُ، وَهِشَامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، قَالَ: قُلْتُ لِجَابِرِ بْنِ زيدَ: مَا يَقْطَعُ الصَّلاةَ؟ قَالَ: كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ، يَقُولُ: " الْمَرْأَةُ الْحَائِضُ وَالْكَلْبُ "، قَالَ يَحْيَى: رَفَعَهُ شُعْبَةُ
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Amru bin ‘Aliy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dan Hisyaam, dari Qataadah, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jaabir bin Zaid : ‘Apakah yang dapat memutuskan shalat ?’, lalu ia menjawab : Ibnu ‘Abbaas pernah berkata : “Wanita yang telah haidl dan anjing”. Yahyaa berkata : “Syu’bah memarfu’kan riwayat tersebut” [As-Sunan Al-Kubraa 1/408 no. 829; sanadnya shahih].
Dalam riwayat Ibnu ‘Adiy dari jalan Ibnu Makram dari ‘Amru bin ‘Aliy ditambahkan : “Keledai” [Al-Kaamil, 7/104].
‘Abdurrazzaaq rahimahullah :
عَنِ ابْنِ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: " تَقْطَعُ الصَّلاةَ الْمَرْأَةُ الْحَائِضُ، وَالْكَلْبُ الأَسْوَدُ "
Dari Ibnut-Taimiy, dari ayahnya, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : “Wanita haidl dan anjing hitam dapat memutuskan shalat” [Al-Mushannaf 2/28 no. 2354; sanadnya shahih].
[11]     Ibnu Abi Syaibah rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَالِمٍ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ قِيلَ لَهُ: إِنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَيَّاشِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ، يَقُولُ: يَقْطَعُ الصَّلَاةَ الْحِمَارُ وَالْكَلْبُ فَقَالَ: " لَا يَقْطَعُ صَلَاةَ الْمُسْلِمِ شَيْءٌ "
Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Uyainah, dari Az-Zuhriy, dari Saalim : Bahwasannya pernah dikatakan kepada Ibnu ‘Umar : “Sesungguhnya ‘Abdullah bin ‘Ayyaasy bin Abi Rabii’ah berkata : ‘Keledai dan anjing dapat memutuskan shalat’. Maka Ibnu ‘Umar berkata : “Tidak ada sesuatu pun yang dapat memutuskan shalat seorang muslim” [Al-Mushannaf, 1/280 (2/530) no. 2902; sanadnya shahih].
[12]     Ibnu Abi Syaibah rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ وَغُنْدَرٌ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ زِيَادِ بْنِ فَيَّاضٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، مِثْلَهُ
Telah menceritakan kepada kami Abu Daawud dan Ghundar, dari Syu’bah, dari Zakariyyaa bin Fayaadl, dari Abul-Ahwash semisalnya (yaitu semisal riwayat Anas di atas – Abul-Jauzaa’) [Al-Mushannaf, 1/281 (2/533) no. 2917; sanadnya shahih].
[13]     Versi online bisa dibaca di : sini.
[14]     Versi online bisa dibaca di : http://binbaz.org.sa/mat/888.
[15]     Versi online bisa dibaca di : http://ar.islamway.net/fatwa/18360.

Comments